Selasa, 02 Maret 2010

Chatting Penuh Hikmah

(satu lagi copas dari catatan saya di Facebook)

Suatu waktu, teman sekelas saya di SMA dulu mengajak chatting di FB (beliau lebih suka namanya tidak disebut agar tidak ujub). Teman saya itu ingin ngobrol dengan saya soal posting yang saya share.
(kalau mau tahu, ini linknya:
http://www.facebook.com/profile.php?id=1084713685&ref=ts#!/note.php?note_id=500978490174;
http://www.facebook.com/note.php?note_id=501002435174;
http://www.facebook.com/profile.php?id=1084713685&ref=ts#!/note.php?note_id=501012910174)

Kami sempat membahas tentang KPR (Kredit Pemilikan Rumah), bahwa KPR dari bank syari'ah sekalipun tetap tidak terlepas dari riba. Waktu itu saya bilang bahwa dalam masa-masa sekarang susah untuk memiliki rumah tanpa KPR. Teman saya lantas berkata kira-kira begini,

"Kalau kamu menganggapnya susah, maka itu akan benar-benar menjadi susah."

Kemudian ia menceritakan pengalamannya:

Beberapa waktu lalu teman saya ini berniat membeli rumah. Uang untuk membelinya sudah ada 50%, 50% lagi mau KPR dari bank. Kebetulan istrinya kerja di salah satu bank konvensional, jadi dapat fasilitas KPR ringan dari bank tersebut.

Nah, beberapa waktu sebelum akad, teman saya baru tahu bahwa bank itu lembaga ribawi dan dia diberitahu hadits ini:

"Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu. Dan pintu (tingkatan) riba yang paling rendah adalah, seumpama seorang laki-laki berzina dengan ibu kandungnya sendiri.”
(HR Hakim, Ibnu Majah, dan Baihaqi)

Karena takut, teman saya lantas membatalkan rencana KPR dan menyuruh istrinya berhenti kerja di bank. Tetapi pada waktu itu ia belum punya alternatif lain untuk menutupi kekurangan 50% tadi, maka diapun berdo'a kepada Allah minta solusi.

Subhanallah, tidak lama kemudian dia mendapatkan pinjaman tanpa bunga dari kantornya sebesar kekurangan 50% itu, bahkan dia tidak diberi batas waktu pelunasan. Cukup dengan bekerja di kantor tersebut selama kurun waktu tertentu atau minimal sampai ia bisa melunasinya dengan tunai.

Begitulah ternyata, sesuai janji Allah:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

"...Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS 65:2-3)

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً

"...Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS 65:4)

Malu sekali rasanya mendengar (atau lebih tepatnya membaca) kisah teman saya itu. Jujur saja, sewaktu di SMA dulu, saya sempat merasa lebih 'alim dari dia. Tetapi sekarang, saya merasa jauh tertinggal darinya. Teman saya ini sudah berhasil melepaskan diri dari dosa besar yang saya sendiri masih sulit untuk berlepas darinya. Semoga Allah merahmatinya dan menjadikannya tetap istiqamah, serta menolong saya, keluarga, dan teman-teman yang masih berkubang dalam maksiat kepada Allah, untuk kembali ke jalan-Nya yang lurus.

Mudah-mudahan kisah nyata ini bisa menjadi hikmah dan pelajaran bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar